Pada tahun 1982, Castle dan
Cooke Foods San Fransisco telah memasarkan
produk salmon nugget dengan label Bumble
Bee yang memiliki aroma, bau, rasa ikan
salmon segar dengan bentuk baru dan menarik.
Bentuk makanan nugget ikan berupa
cincangan daging ikan yang memiliki kekenyalan khas, dibalut lapisan remah roti
kering (buttered and breaded) yang dapat diberi cita rasa khusus dengan ukuran
sekitar 50 g, sehingga mudah disajikan bersama saus setelah digoreng dalam
minyak terlebih dahulu. Pada saat
disajikan berupa gumpalan berwarna coklat keemasan dengan bagian luar yang
renyah (crispy) dan bagian tengahnya lunak – kenyal dengan aroma bau rasa ikan
salmon.
Nugget adalah suatu bentuk
produk olahan daging yang merupakan bentuk emulsi minyak dalam air (O/W). Nugget ikan yang sekarang dipasarkan di Indonesia
umumnya menggunakan bahan baku ikan kakap merah (Manullang dan Tanoto,
1995). Penambahan polyphospate pada
pengolahan nugget diduga kuat juga mencegah timbulnya ketengikan pada
produk precooked selama penyimpanan dan
distribusinya (Brotsky, 1976 yang diacu Huffman et al, 1987). Alkalin polyphospate telah diizinkan untuk
digunakan sebagai pengawet flavor produk daging oleh USDA sejak tahun 1984
(Huffman et al, 1987).
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan dari daging
giling dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian
dicampur dengan bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri dengan tepung roti
(coating) dan digoreng. Nugget merupakan produk makanan baru yang dibekukan,
rasanya lezat, gurih dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan
dapat langsung dimakan (Anonim, 1990).
Pada umumnya nugget berbentuk persegi panjang ketika digoreng
menjadi kekuningan dan kering. Hal yang
terpenting dari nugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan
aroma. Pada saat pelumuran dengan tepung
roti diusahakan secara merata jangan sampai adonan kelihatan. Tekstur dari
nugget tergantung dari asal bahan baku (Maghfiroh, 2000).
Pada dasarnya produk fish nugget hampir sama
dengan chicken nugget dan shrimp nugget.
Perbedaannya terletak pada jenis dan karakteristik bahan baku yang
digunakan (Aswar, 1995). Pembuatan fish
nugget tidak jauh berbeda dengan pembuatan surimi seperti kamaboko, sosis,
chikuwa dan ham ikan yang juga dibuat dari daging ikan giling (Suzuki,
1981).
Nugget ikan tenggiri yang menggunakan bahan pengikat
maizena dan emulsifier SPI (Soy Protein Isolate) menunjukkan hasil yang relatif
lebih dapat diterima oleh panelis jika dibandingkan
dengan kombinasi bahan pengikat dan emulsifier yang lain (terigu dan
kasein). Batter yang digunakan berasal
dari formula maizena 80 g, garam 12 g, bumbu nugget 3 g dan air 300 ml (
Elingsari, 1995).
Hasil penelitian Aswar
(1995) bahwa penggunaan bahan pengikat maizena sebanyak 15 % , emulsifier lechitin 2 % dengan batter maizena menghasilkan nugget ikan nila
merah yang lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan bahan pengikat tapioka 15 %, emulsifier
dan batter yang sama karena produk yang
dihasilkan teksturnya lebih lembut serta
warnanya kuning keemasan.
Warna ini
muncul setelah produk digoreng, diduga sebagai hasil reaksi Maillard. Nugget ikan yang digoreng akan menyerap
minyak selama proses pemasakan sehingga rasanya lebih enak dan gurih. Formulasi bumbu nugget ikan terlihat dalam Tabel 1. Menurut
Maghfiroh (2000), bahwa nugget ikan dengan menggunakan tepung terigu 15 % sebagai bahan pengikat
memiliki kemiripan dengan produk komersial.
Kedua nugget tersebut mempunyai warna kuning kemerahan, penampakan utuh
dan rapi, tekstur kompak, aroma dan rasa ikan.
Komposisi bahan pengikat nugget ikan per 100 g daging ikan Tabel 2.
Tabel 1. Formulasi
bumbu nugget ikan per 100 g daging ikan
Tabel 2. Komposisi
bahan pengikat nugget ikan per 100 g daging ikan
Nilai log TPC nugget tuna
meningkat dengan lama waktu penyimpanan, tetapi nilai hedonik nugget tuna
setelah digoreng tidak dipengaruhi oleh waktu penyimpanan. Namun rata-rata penilaian panelis cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu
penyimpanan suhu kamar, demikian halnya terhadap parameter warna dan
penampakan nugget (Hidayati, 2002). Dari hasil uji fisik terhadap dua bahan dasar
nugget yaitu daging lumat dan surimi, meliputi daya ikat air, nilai kekerasan
dan susut masak fish nugget menunjukkan bahwa sifat fisik tersebut tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan yang
diamati. Sedangkan hasil perhitungan Kruskal Wallis, diperoleh bahan dasar yang
terbaik adalah surimi untuk penelitian lanjutan yaitu pemberian bahan pengisi
dan bahan pengikat pada nugget Hal ini dikarenakan
pada daging lumat yang tidak mengalami
pencucian dan perlakuan seperti surimi, sehingga daging merah yang banyak
mengandung mioglobin yang mudah teroksidasi dan produk menjadi tengik dalam hal
rasanya (Sianipar, 2003).