Sunday, October 3, 2010

Laktosa dalam susu untuk cegah kanker

Laktosa dalam susu untuk cegah kanker

Sudahkah Anda membiasakan diri meneguk segelas susu setiap hari? Jika belum, berarti Anda tergolong orang yang patut disayangkan. Betapa tidak, sekalipun hanya secangkir atau segelas ukuran belimbing, zat cair putih ini memiliki rahasia kesehatan yang luar biasa.

Sudah banyak penelitian para pakar yang membahas seribu manfaat dari susu ini. Sudah seabrek pula agenda kampanye yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi zat satu ini. Bukan hanya pada bayi, balita dan anak-anak tapi juga orang dewasa dan manula.

Begitu pun informasi dan fakta tentang manfaat dari seteguk susu mulai dari vitamin, mineral, sumber energi dan sebagainya. "Bahkan satu hal yang tak kalah penting untuk disimak adalah kandungan laktosanya," ujar Prof. Made Astawan, guru besar pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor.

Ketua Depertemen Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini mengatakan laktosa, yang sering juga disebut sebagai gula susu, telah terbukti memiliki berbagai efek fungsional terhadap tubuh. Kadar laktosa pada ASI (air susu ibu) dan susu sapi cair segar, masing-masing adalah 7 g dan 4,8 g/100 ml.

Jadi laktosa adalah sumber karbohidrat utama yang terdapat dalam ASI. Namun, sebagai gula laktosa tidak semanis disakarida atau monosakarida lain seperti sukrosa, fruktosa atau glukosa. Tingkat kemanisan laktosa hanya seperenam kemanisan glukosa. Itu sebabnya bayi yang diberi ASI tidak mengalami karies gigi.

Begitu juga susu sapi, laktosa yang terkandung dari cairan hewani ini juga merupakan sumber utama glukosa yang dapat memasok energi pada anak-anak dan orang dewasa. Tak kalah menarik laktosa juga tergolong zat pencegah penyakit kanker.

Laporan The National Cancer Institute 1999 menyatakan sejak 1990 hingga 1996, terdapat empat jenis kanker yaitu paru-paru, prostat, payudara dan kolon, yang menempati lebih dari setengah kasus kanker yang terjadi, dan juga penyebab kematian.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa pemicu kanker antara lain adalah senyawa nitroso/nitrosamin dalam makanan. Pemicu lain adalah zat karsinogenik yang secara alami terkandung dalam bahan pangan misalnya asam kafein dari kopi, hidrazin dari jamur, juga etil alkohol yang terkandung dalam rokok, logam arsenik, aditif makanan seperti sakarin, serta pestisida, dieldrin, dan khlorden.

Dari empat jenis kanker di atas kanker kolon menempati urutan kedua terbanyak yang menyebabkan kematian setelah kanker paru-paru. The American Cancer Society memperkirakan pada 2001 dari sebanyak 135.400 kasus yang terdiagnosa, sebanyak 56.700 berakhir dengan kematian.

Selain faktor genetik (keturunan), risiko terkena kanker kolon meningkat pada umur lanjut (di atas 50 tahun). Dari kasus itu pun ditemukan adanya penerapan pola makan yang salah pada pasien. Mereka umumnya mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat pangan.
Sebenarnya pola makan merupakan salah satu faktor yang mudah dikontrol. Dari sumber laktosa pada susu saja persyaratan mendapatkan pangan berserat dapat terpenuhi. Potensi laktosa sebagai prebiotik, kata Astawan, mampu menstimulasi tumbuhnya bakteri yang memiliki potensi antikanker.

Mekanisme efek antikarsinogenik yang terjadi adalah penghilangan kemampuan enzim yang berperan dalam mengonversi komponen prokarsinogenik menjadi karsinogenik, yaitu enzim fekal b-glukosidase, b-glukoronidase, nitroreduktase dan azoreduktase.

Peranan probiotik dalam hal ini adalah menekan pertumbuhan bakteri penghasil enzim-enzim tersebut dengan cara memproduksi senyawa inhibitor seperti asam-asam organik (laktat, asetat), H2O2 serta bakteriosi. Probiotik tersebut juga mampu memblokir sisi penempelan di saluran pencernaan, dan berkompetensi dalam penggunaan nutrisi untuk pertumbuhan.

"Probiotik ternyata juga secara langsung dapat mengikat sekaligus menetralisir senyawa pemicu terjadinya kanker," tambahnya.

Kolesterol
Selain mencegah kanker, laktosa pada susu ternyata juga dapat menghindarkan tubuh manusia dari penumpukan kolesterol secara alami. Potensi prebiotik laktosa mampu memacu pertumbuhan bakteri asam laktat.

"Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu strain bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus casei subsp casei 027 mampu menurunkan kadar kolesterol buruk [low density lipoprotein/LDL], trigliserida dan serum fosfolipid dalam darah tikus percobaan," paparnya.

Strain bakteri asam laktat tersebut diduga mampu menempel di dinding usus, berkembang biak dan melakukan peran yang menguntungkan kesehatan lewat dekonjugasi garam empedu.

Meski sebagai gula, keberadaan laktosa pada susu cair memiliki indeks glisemik yang lebih rendah dibandingkan sukrosa dan glukosa. Konon indeks glisemik ini yang berperan terhadap potensi timbulnya penyakit diabetes.

Dengan indeks glisemik yang rendah berarti laktosa memiliki risiko diabetes yang rendah pula. Sebagaimana diketahui munculnya diabetes itu akibat insulin dependent diabetes mellitus (IDDM = tipe I) akibat adanya sukrosa masuk ke dalam tubuh.

Sukrosa segera dipecah menjadi glukosa dan tubuh akan mengadaptasi melimpahnya glukosa dengan pengeluaran hormon insulin. Lama-kelamaan kelenjar pankreas yang merupakan pabrik insulin akan kelelahan dan produksi insulin pun akan berkurang terus. Kekurangan insulin inilah yang akhirnya muncul penyakit diabetes.

Namun bila Anda lebih banyak mengonsumsi laktosa daripada sukrosa dengan meneguk dua gelas susu cair per hari, maka IDDM tidak akan terjadi.

Itu sebabnya tinggi rendahnya risiko diabetes pada seseorang erat kaitannya dengan riwayat pemberian ASI ketika masih bayi dan tingkat konsumsi susu sapi ketika balita hingga dewasa

No comments:

Post a Comment